Ubasuteyama

Di jepang ada sebuah kisah legenda masyhur yang dikenal dengan Ubasuteyama. Ubasuteyama adalah tradisi membusng orang tua yang sudah tua ke gunung, sebagai upaya menghemat jatah makanan di rumah. Tentu saja ini tradisi yang kejam sekali. Namanya juga cerita.

Nah, dikisahkan pada suatu hari, seorang anak bernama Hino bermaksud menggendong ibunya ke hutan di pegunungan untuk dibuang. Tentu saja ia sedih melakukannya, tetapi karena himpitan ekonomi dan saran dari para saudaranya, maka dibulatkanlah tekadnya untuk membuang ibunya. Ketika sudah bulat tekadnya, ia menyampaikannya kepada ibunya.

"Bagaimana ibu, maukah kau kubawa ke tengah hutan?" Tanya Hino

"Lakukanlah nak, kalau memang itu maumu. Yang penting, tinggalkan bagiku sepotong roti dan seteguk air" Kata ibunya.

Pada hari yang sudah ditentukan, maka berkemaslah Hino untuk membawa ibunya ke hutan. Ia membawa perbekalan secukupnya, lalu menggendong ibunya di punggungnya. Waktu itu hari menjelang musim semi. Matahari bersinar. Pohon-pohon mulai menyembulkan daunnya. Hino menggendong ibunya sambil menangis, membayangkan apa nanti yang akan terjadi.

"Sudahlah Nak, jangan menangis" kata ibunya. "Ibu pasti akan baik-baik saja"

"Baik bu" jawab Hino.

Hino mulai masuk di hutan pegunungan, pohon-pohon semakin lebat. Jalan setapak yang dilaluinya dikelilingi pohon dan ranting-ranting yang rendah. Ada perasaan aneh dalam diri Hino. Bukan apa-apa, ia jarang pergi ke hutan, apalagi hutan yang ada di pegunungan. Dalam hati ia khawatir nanti tidak bisa pulang. Tapi kakinya terus melangkah kedepan.

Sesampai di tempat yang sekiranya tepat, ia berhenti.

"Bagaimana kalau disini aja, Bu?" Tanya Hino

"Baiklah, turunkan aku di sini" kata ibunya.

Hino kemudian menurunkan ibunya dibawah pohon besar. Ia menghela nafas. Sambil memperhatikan sekelilingnya. Dalam hati ia tertegun, apakah ia bisa pulang? Bagaimana kalau nanti tersesat?

"Kau tak perlu khawatir tersesat, Nak" kata ibunya tiba-tiba, seperti mengetahui perasaannya. Sejurus kemudian ia melihat tangan ibunya berdarah.

"Ada apa ibu? Mengapa tanganmu berdarah?" Tanya Hino agak panik.

"Sepanjang perjalan tadi, tanganku menggaet ranting-ranting dengan mematahkan ujungnya dan menjatuhkannya di jalan yang kita lewati. Supaya kamu tidak tersesat jalan ke rumah. Karena itulah tanganku berdarah" jawab ibunya.

Tiba-tiba Hino menangis. Ia terharu betapa ibu yang hendak dibuangnya itu masih memikirkan keselamatan anaknya. Tiba-tiba diraihnya ibunya kembali dan digendongnya. 

"Ibu, aku tak akan membuangmu di sini. Kita akan tinggal bersama di rumah!" Teriak Hino sambil menangis. Mereka akhirnya berjalan kembali, menyusuri jalan setapak, pulang ke rumah.

HIKMAH
Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah. Rupanya peribahasa itu teramat benar. Seperti apa pun perlakuan anak kepada ibu, naluri ibu tetaplah menyayanginya. Sungguh pun jelas anak itu sedang berusaha mencelakakannya. Itulah sebabnya, Umar bin Khattab mengatakan, "sebesar apapun kasih sayang seorang anak pada ibu, tak akan mampu mengimbangi kasih sayang ibu terhadap anaknya" 

Marilah menyayangi ibu kita, setulus yang kita bisa. 


Comments

Popular posts from this blog

Asmaul Husna [ 3. Yang Maha Penyayang (الرَّحِيْمُ) ]

Berapa Umur Kita?

MENYELESAIKAN MASALAH TANPA MASALAH (Bagian I)