The Power of 212

The Power of 212


Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Tulisan ini berisi perjalanan Saya bersama teman-teman mengikuti Aksi Bela Islam 2 Desember 2016 (ABI 212) dan ceramah Ust. Abdullah Gymnastiar yang berisi nasehat untuk kita.

Perjalanan mengikuti ABI 212 Saya berangkat bersama Rahmat GM Manik dan Vandu Primadana tanggal 1 Desember 2016. Keberangkatan kami ini serba mendadak dan tidak direncanakan sebelumnya, bisa disebut peserta ABI 212 backpacker. Jadwal berangkat semula kami adalah pukul 08.25, tetapi diganti menjadi 10.15 dan delay berangkat jam 12.15 menuju Jakarta. Transportasi selama disana Grab dan Gojek. Kami menginap di mess teman (Diki), dalam satu kamar tidur berempat seperti ikan sarden. Rencana awal kami akan mengikuti aksi tersebut pada Jumat pagi di Monas, tetapi kami memutuskan untuk berangkat malam itu untuk tidur di Masjid Istiqlal dan langsung mengikuti aksi karena jarak yang tidak jauh antara Monas dan Masjid Istiqlal.

Ketika selama di Masjid ramai sekali jamaah dari seluruh penjuru Indonesia, dari Sabang sampai Merauke ada. Ada yang berangkat dengan kendaraan bus, kereta api, pesawat dan kendaraan pribadi. Bahkan yang membuat menangis adalah jamaah dari Ciamis yang berjalan kaki karena bus yang semula akan membawa mereka tiba-tiba tidak dizinkan dan ada pihak yang menghalang-halangi mereka ke Jakarta. Karena ghirah karena agamanya dinistakan mereka tetap berangkat dengan berjalan kaki. Dan membuat merinding adalah jumlah peserta yang hadir 7jutaan jamaah membuat Monas dan sekitarnya serba putih.

Isi ceramah Ust. Abdullah Gymnastiar
Subhanallah…… walhamdulillah…… walaa ila ha ilallah…… Allahuakbar…… MuhammadurRasulullah……
Semua persoalan Allah yang menyelesaikan.
Jumlah tidak boleh membuat kita ujub, penolong tetap Allah. “Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’mannashir”
Masalah ini (penistaan agama) menjadikan kita umat yang lebih baik. Kita bisa belajar dari bangunan Monas, syaratnya :

1. Bahan bangunannya beda-beda
Perbedaan itu Sunnatullah. Cari persamaan, jangan cari perbedaan. “beda wajar, marah jangan”
Qunut dan tidak qunut, sama-sama shalat.
11 dan 23 rakaat berbeda, tetapi sama-sama terawih.

2. Jangan pernah “merasa paling” dari yang lain
Lihat Monas, bangunan ini kokoh karena tidak semua ingin menonjolkan diri. Seperti tubuh kita, jantung dan usus tetap di dalam tidak pernah ingin diluar. Jangan pernah merasa paling lebih berjasa, karena itu menjadi alat perusak persatuan. Tidak penting kelihatan, yang penting di terima ikhlas.
“Ada orang, tidak ada orang. Allah ada tidak?”
“Orang lihat, orang tidak lihat. Allah lihat tidak?”
“Orang tahu, orang tidak tahu. Allah tahu tidak?”
Mari kita jawab dalam hati saudaraku

3. Jangan saling meremehkan satu sama lain.
Yang muda dosanya masih sedikit, yang tua pahalanya banyak. Tugas kita berkhidmat hidayah Allah ini tersebar. Rasa hormat itu yang membuat Akhlakul karimah.

4. Besi, semen dan pasir
Mari kita lihat bangunan monas ini apakah bisa berdiri tegak tanpa ada komponen air? Air yang mempersatukan besi, semen dan pasir. Air komponen terlembut, kelembutan itu yang membuat persatuan.


Kita sebagai Muslim harus tegas. Tegas dengan marah itu beda. Sebagai contoh kita mempunyai pembantu dirumah yang memecahkan piring setiap hari. Sebagai pemilik rumah yang tegas; faktanya adalah piring pecah, dan aturan dari dampak pecah piring itu adalah di pecat. Jadi apabila kita marah kepada pembantu berarti kita memiliki akal lemah. Boleh hati mendidih, tetapi keluarnya tetap tegas dan santun.
Di akhir ceramah beliau bertanya kepada seluruh yang hadir “jikalah Rasul hadir bersama kita, apa yang kita katakan dan lakukan dari kasus penistaan ini?”

Sebenarnya dari aksi-aksi yang sudah berlangsung permintaan umat ini hanya ketegasan dari aparat untuk menindaklanjuti kasus penistaan agama ini sesuai hukum dengan seadil-adilnya.

Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh


Comments

Popular posts from this blog

Asmaul Husna [ 3. Yang Maha Penyayang (الرَّحِيْمُ) ]

Berapa Umur Kita?

MENYELESAIKAN MASALAH TANPA MASALAH (Bagian I)