MEMBAKAR JARI KARENA TAKUT KEPADA ALLAH
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Kisah ini saya kutip dari buku Semua Ada Saatnya karya Syaikh Mahmud Al-Mishri yang diterjemahkan Ust. Abdul Somad. Berikut isi kutipan kisah dalam buku tersebut
Kisah ini saya kutip dari buku Semua Ada Saatnya karya Syaikh Mahmud Al-Mishri yang diterjemahkan Ust. Abdul Somad. Berikut isi kutipan kisah dalam buku tersebut
Dalam
sebuah perjalalan riset, beberapa orang siswi dan guru pergi ke sebuah
perkampungan untuk menyaksikan tempat-tempat peninggalan sejarah. Ketika bis
telah sampai, lokasi tempat bersejarah itu seperti tempat yang terisolasi,
terasing dan penduduknya sedikit. Maka para siswi dan para guru pun turun,
mereka mulai meyaksikan berbagai peninggalan sejarah dan menulis apa yang
mereka lihat.
Pada
awalnya, mereka berkumpul untuk menyaksikan peninggalan sejarah tersebut, namun
beberapa saat kemudian mereka berpencar, setiap mereka memilih satu lokasi yang
mereka kagumi kemudian mereka memperhatikannya. Ada seorang siswi yang serius
menulis ma’lumat tentang peninggalan sejarah tersebut. Ia pergi jauh
meninggalkan tempat perkumpulan para siswi. Setelah beberapa saat, para siswa
dan para guru naik ke bis.
Sialnya,
guru pengawas menyangka bahwa semua siswi telah naik ke bis, padahal ada
seorang siswi yang masih berada di sana. Mereka pergi meninggalkannya. Setelah
lama berselang, siswi malang itu pun kembali, ia lihat tempat berkumpul telah
kosong, tidak ada seorang pun kecuali dirinya, ia memanggil dengan suara keras,
akan tetapi tidak ada yang menyahut. Maka ia putuskan untuk berjalan kaki agar
sampai ke perkampungan yang dekat dari lokasi peninggalan sejarah, semoga saja
ia menemukan sarana transportasi untuk kembali ke kota asalnya.
Setelah
lama berjalan, ia menangis, ia melihat sebuah pondok kecil terasing. Ia
mengetuk pintu, tiba-tiba ada seorang pemuda berusia dua puluhan tahun
membukakan pintu sambil berkata, “Kamu siapa?” siswi itu menjawab, “Saya siswi,
saya datang ke sini bersama guru dan teman-teman saya, akan tetapi mereka telah
meninggalkan saya sendirian. Saya tidak tahu jalan pulang.”
Pemuda
itu berkata, “Kamu berada di lokasi terisolasi. Perkampungan yang menjadi
tujuanmu berada di arah selatan, akan tetapi engkau berada di daerah utara. Di
sini tidak ada seorang pun.” Laki-laki itu mempersilahkan masuk. Siswi itu
menginap hingga pagi hari agar cukup waktu untuk mendapatkan transportasi
menuju kota tempat tinggalnya. Laki-laki itu meminta agar siswi itu tidur di
atas kasurnya, sedangkan ia tidur di lantai di sudut kamar.
Laki-laki
itu mengambil tirai, kemudian ia gantungkan di atas tali sebagai pemisah antara
tempat tidur dan sisa ruangan. Siswi ini berbaring, ia takut, ia menutupi
dirinya hingga tidak ada bagian tubuhnya yang terbuka selain kedua matanya, ia
tetap mengawasi pemuda itu. Sementara pemuda itu duduk di sudut kamar, di
tangannya ada buku, tiba-tiba ia menutup buku dan memandang lilin yang berada
di depannya, setelah itu ia letakkan ibu jarinya di atas lilin kira-kira lima
menit, api lilin membakarnya. Hal yang sama ia lakukan pada semua jari
jemarinya.
Siswi
itu mengamatinya, ia menangis dalam diam karena khawatir jangan-jangan pemuda
itu gila dan sedang melaksanakan ritual keagamaan tertentu. Mereka berdua tidak
tidur hingga pagi hari. Kemudian pemuda itu itu mengantarkan siswi tersebut ke
kotanya. Kemudian siswi itu menceritakan apa yang terjadi pada kedua
orangtuanya, akan tetapi orangtua siswi itu tidak percaya kisah tersebut,
apalagi putrinya sakit karena ketakutan yang telah ia alami. Orangtua siswi itu
pergi menemui pemuda itu sebagai seorang musafir, ia meminta agar pemuda itu
menunjukkan jalan. Orangtua siswi itu menyaksikan sendiri tangan pemuda itu
karena mereka berdua berjalan berdekatan.
Orangtua
siswi itu bertanya tentang penyebabnya. Pemuda itu menjawab, “dua malam yang
lalu ada seorang gadis cantik datang kepada saya, ia tidur bersama saya. Setan berbisik
kepada saya. Saya khawatir jika saya melakukan perbuatan yang tidak diinginkan.
Maka saya putuskan untuk membakar jari jemari saya satu persatu agar syahwat
setan ikut terbakar bersamanya sebelum iblis membuat tipu daya kepada saya. Pemikiran
untuk mencelakai gadis itu lebih menyakiti saya daripada terbakar api.”
Orangtua
siswi itu mengagumi pemuda itu. Ia meminta agar pemuda itu sudi datang ke
rumahnya. Ia putuskan untuk menikahkannya dengan putrinya. Pemuda itu tidak
mengetahui bahwa perempuan itu ada siswi yang tersesat tersebut. sebagai ganti
dari satu malam yang haram, maka ia memperoleh kemenangan mendapatkan yang
halal untuk seumur hidup.
So, mari kita ambil pelajaran
Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Comments
Post a Comment