PERAHU PENYELAMAT
Seseorang bercerita, “suatu hari
saya pergi, di sebuah jalan kecil yang tenang, saya berpapasan dengan seorang
pemuda, ia mengendarai mobil kecil, ia tidak melihat saya karena ia sibuk
dengan beberapa gadis di jalan sepi itu. Saya tergesa-gesa, saya melewatinya. Tidak
berapa jauh dari tempat itu, saya berkata dalam hati, “apakah saya kembali
untuk menasehati pemuda itu atau saya meneruskan perjalanan membiarkan ia
melakukan apa yang ia mau?”
Setelah perdebatan batin itu,
hening beberapa detik, saya memilih yang pertama, saya kembali. Pemuda itu
telah menghentikan mobilnya, ia sedang memperhatikan gadis-gadis itu, ia sedang
menunggu pandangan dari gadis-gadis itu. Kemudian gadis-gadis itu masuk ke
sebuah rumah.
Saya menghentikan mobil saya di
samping mobilnya, saya turun dan menemuinya, saya ucapkan salam, kemudian saya
menasehatinya. Di antara ucapan saya kepadanya, “bayangkan jika gadis-gadis itu
adalah saudari-saudari perempuanmu atau anak-anak perempuanmu atau kerabat
perempuanmu. Apakah kamu rela ada orang lain yang mengikuti mereka atau
menyakiti mereka?” Saya berbicara kepadanya, saya merasakan ada perasaan
khawatir, ia seorang pemuda bertubuh besar dan berotot. Ia mendengarkan saya
dengan diam tanpa bicara. Tiba-tiba ia menoleh kepada saya, air mata mengalir
di pipinya. Saya merasa senang karena ada kebaikan. Itu menjadi motivasi untuk
melanjutkan nasihat. Rasa takut benar-benar hilang dari saya. Saya meneruskan
pembicaraan hingga saya merasa memberinya nasihat secara berlebihan.
Kemudian saya ucapkan selamat
tinggal kepadanya. Akan tetapi ia menghentikan saya dan meminta nomor telepon
dan alamat saya. Ia nyatakan bahwa ia hidup dalam keadaan hampa secara psikis,
karena ia seorang pembunuh. Lalu saya menuliskan apa yang ia inginkan. Setelah beberapa
hari, ia datang kerumah saya, wajahnya telah berubah, parasnya juga berubah, ia
telah memanjangkan jenggotnya, terpancar cahaya iman di wajahnya. Saya duduk
bersamanya, ia bercerita kepada saya tentang hari yang pernah ia lewati dalam
kehidupan jalanan dan menyakiti orang lain. Saya menenangkannya, saya
beritahukan bahwa ampunan Allah itu Maha Luas, kemudian saya bacakan ayat, “Katakanlah:
Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Az-Zumar: 53)
Raut wajahnya cerah, ia merasa
bahagia. Kemudian ia meninggalkan saya, ia meminta saya agar sudi
mengunjunginya, karena ia butuh orang yang mau menolongnya berjalan di jalan
yang lurus. Saya berjanji akan mengunjunginya.
Setelah beberapa hari berselang,
saya pun mengunjunginya. Ketika ada kesempatan, saya pergi ke rumahnya, saya
ketuk pintu, tiba-tiba seorangtua renta membukakan pintu, terlihat tanda-tanda
kesedihan dan putus asa dari wajahnya, ia adalah orangtuanya. Saya bertanya kepadanya
tentang sahabat saya, orang itu menundukkan wajahnya ke lantai, ia terdiam
sesaat. Kemudian ia berkata dengan suara lirih, “ semoga Allah mencurahkan
rahmat-Nya kepadanya dan mengampuninya. Ia telah meninggal dunia.” Kemudian ia
menutup ucapannya, “Benar, amal itu dilihat dari penutupnya.”
Kemudian orang itu bercerita
kepada saya tentang keadaan putranya, bagaimana ia terlalu berlebihan dalam
kesesatan, jauh dari ketaatan kepada Allah. Kemudian Allah menolongnya dengan
memberikan hidayah beberapa hari menjelang kematiannya. Allah memberikan
rahmat-Nya sebelum kesempatan itu sirna. Ketika orangtua itu menyelesaikan
pembicaraannya, saya mengucapkan belasungkawa kepadanya, kemudian saya pun
pergi. Saya berjanji kepada Allah untuk memberikan nasihat kepada setiap
muslim.” Kisah berakhir.
Wahai saudaraku, renungkanlah
bersamaku bagaimana kalimat tulus yang keluar dari mulut saudara yang mulia itu
ketika ia berusaha memberikan nasihat berharga kepada saudaranya yang muslim,
ia menjadi penyebab terjaganya saudara muslim itu dari kelalaiannya, ia kembali
kepada Tuhannya. Seakan-akan kalimat itu seperti perahu penyelamat yang telah
menyelamatkan pemuda itu dari lautan azab, ia kembali ke pantai ketaatan untuk
bertemu dengan Allah sebagai seorang yang bertaubat, menyesal dan memohon
ampunan.
Semangatlah untuk memberikan
nasihat kepada setiap muslim. Semoga Allah meberikan manfaat untuk Anda pada
hari tidak berguna harta benda dan anak-anak, kecuali orang yang datang menghadap
Allah dengan membawa hati yang bersih.
Comments
Post a Comment