JALAN MENUJU QANAAH


Nabi Muhammad bersabda, “orang kaya itu bukan yang banyak hartanya, tetapi yang kaya hati” (HR Bukhari)

Ungkapan nabi di atas boleh jadi inspirasi yang membangkitkan semangat kita yang ingin menjadi kaya. Ternyata, untuk menjadi kaya, tidak harus mengejar dan berupaya meraih materi sebanyak-banyaknya. Dengan menata hati dan berlapang dada atas semua keputusan Allah, itulah kekayaan yang sebenarnya.

Betapa banyak orang yang banyak harta tapi hidupnya susah; juga sebaliknya, tidak sedikit orang yang kelihatannya tidak punya harta, tapi hidupnya tenang dan sangat menikmati keadaannya. Karena itu, benarlah hadist di atas, orang yang kaya bukan yang banyak harta, tapi yang kaya hati.

Orang yang kaya hati biasanya dekat dengan sifat qanaah. As-Syaikh Ahmad ar-Rafa’i menyebutkan bahwa qanaah adalah keadaan hati yang tenang dengan mengharap ridha Allah semata serta mengambil dunia seperlunya, sekadar dapat digunakan untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Al-Qoni’u Ghaniyyun walau kana ju’a, orang yang qanaah itu kaya walaupun ia kelaparan.

Orang yang memiliki jiwa qanaah akan selalu menampakkan rasa syukur. Dia tidak akan pernah mengeluh apalagi memprotes kebijakan Allah. Sebab, ia merasa bahwa anugerah iman, islam, dan ibadah yang diberikan kepadanya sudah lebih dari cukup untuk membuatnya tetap tersenyum di dunia dan akhirat kelak.

Sesungguhnya, islam tidak melarang umatnya mencari kehidupan dunia. Akan tetapi, dunia haruslah dijadikan sebagai sarana dalam menggapai kebahagiaan akhirat, “dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) dunia…” (QS Al-Qashash: 77)

Untuk menuju qanaah, pertama, perkuat keimanan kepada Allah. Seorang muslim yakin bahwa rezekinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya. Sabda Rasulullah, “kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rezekinya, ajalnya, amalnya, celaka, dan bahagianya” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad). Kedua, mengetahui hikmah perbedaan rezeki. “apakah mereka yang menbagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antara penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan,” (QS Az-Zukhruf: 32)

Ketiga, banyak memohon qanaah kepada Allah. Rasulullah adalah manusia yang paling qanaah, ridha dengan apa yang ada, dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun beliau masih meminta “ Ya Allah, berikan aku sikap qanaah terhadap apa yang Engkau rezekikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik,” (HR al-Hakim)


Keempat, melihat kebawah dalam hal dunia. “lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah,” (HR Bukhari Muslim)

Comments

Popular posts from this blog

Asmaul Husna [ 3. Yang Maha Penyayang (الرَّحِيْمُ) ]

Berapa Umur Kita?

MENYELESAIKAN MASALAH TANPA MASALAH (Bagian I)