MENJAGA HATI

Cermin dan Hati

Cermin yang kotor, berdebu dan kisam bisa dipastikan tidak akan mampu memantulkan kembali cahaya. Kita pun tidak akan bisa melihat dengan baik keadaan diri kita. Dalam keadaan cermin demikian paling tidak ada dua kemungkinannya. Pertama, karena cermin tersebut tidak pernah dibersihkan dan disentuh sama sekali. Atau kedua, karena cermin tersebut dipalingkan dan menyamping atau membelakangi sumber cahaya. Karena hal tersebut, cermin menjadi kotor bahkan hitam pekat.

Demikian halnya dengan hati manusia. Ibarat sebuah cermin, maka hati yang kotor, rusak dan gelap bisa dipastikan tidak akan mampu memantulkan kembali cahayanya. Kita pun tidak bisa melihat dengan baik segala kekurangan dan kelemahan kita. Kita sama sekali tidak bisa bercermin dan mengambil sesuatu darinya.

Penyebab keadaan hati kotor, hitam dan pekat bisa karena dua hal. Pertama, hati tidak pernah dibersihkan dengan tingkat kebeningan yang sempurna. Malah sering kita tempelkan dengan noda hitam maksiat dan lumpur pekat dari aneka penghianatan dan dosa. “Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup. Dan, bagi mereka siksa yang amat berat” (QS Al-baqarah:7). Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya, “setiap sesuatu ada pembersihnya. Dan pembersih hati yang kotor adalah zikrullah (mengingat Allah)”

Kedua, hati kita tidak diarahkan kepada sumber cahaya. Ia sering berpaling, menyerong dan menyamping dari cahaya. Bahkan, membelakangi sumber cahaya. Keadaan hati kita lebih sering diarahkan kepada sumber-sumber yang kotor atau kecipratan banyak kotoran dan noda hitam. Jika sumber cahaya adalah Allah, maka sumber kotoran adalah setan. “hati ibarat sebuah wadah. Jika tidak pernah diisi dengan zikrullah maka wadah tersebut akan penuh dengan kotoran setan”

Orang yang bersih dari dosa, hatinya bagaikan cermin yang bening, akan begitu mudah untuk berkaca diri. Orang yang suka mengerjakan dosa-dosa kecil, hatinya buram bagaikan cermin yang berdebu, jika digunakan kurang jelas hasilnya. Orang yang suka melakukan dosa besar, hatinya gelap bagaikan cermin yang tersiram cat hitam. Sedangkan orang yang suka mencampuradukkan perbuatan baik dengan dosa, hatinya kacau bagaikan cermin retak-retak, jika digunakan akan menghasilkan visual yang tidak benar.

Adapun hati yang sudah tumpul dan mati karena pekatnya dosa, seyogianya didekati dengan alat dan energy baru, yaitu melalui mujahadah dan riyadah. Mujahadah itu adalah taubat yang serius (taubatan nasuha) dan berikrar untuk taat. Sementara riyadah, ridha untuk istiqamah menghidupkan sunah Nabi dimulai dengan qiyamul’lail, tadabbur Al-Quran, shalat berjamaah di masjid, shalat dhuha, menjaga wudhu, sedekah dan terus berzikir kepada Allah. Dengan begitu, niscaya hati akan kembali memantulkan cahaya, seperti cermin yang kembali bercahaya.

Hidupkan Hati

Gambaran hati yang hidup tampak pada lisan dan akhlaknya. Bahkan, turut memancar dari aura wajahnya, cerah dan ada gurat cahaya. Ia bersedia untuk mendengar, melihat dan menerima kebenaran.

Hati yang hidup mempunyai nur, tenaga dan kekuatan. Ia senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah dengan penuh khusyuk, serius dengan ketakwaannya serta sangat cinta dan simpati kepada sesame makhluk-Nya.

Ada hadiah besar yang Allah siapkan untuk mereka yang berupaya menghidupkan hatinya. Diantaranya ada akses cahaya dan mudah menebarkannya. Lisan mampu menggetarkan ruang kesadaran. Tidak ada hijab antara dirinya dan Sang Khalik. Doa-doa mustajab. Segala kebutuhan terpenuhi. Bahkan, dunia siap melayani. Subhanallah. Lalu, bagaimana untuk menjaga hati supaya hidup dan tidak lagi dalam keadaan mati.

Pertama, berlama-lama dalam qiyamul lail dan tadabbur Al-Quran. Semua peristiwa malam apalagi di pengujung malam, sangat disaksikan oleh Allah dan malaikat-Nya (QS Al-isra: 78)
Kedua, mengingat Allah dengan memperbanyak zikir (zikrullah). Orang yang berzikir dengan zikir yang dimaknai akan menjadikan hatinya hidup, tidak pernah mati. Rasulullah bersabda, “perumpamaan orang yang berzikir (mengingat Allah) dengan yang tidak seperti orang yang hidup dan yang mati” (HR Bukhari)

Ketiga, mengingat mati (zikrul maut). Manfaat yang bisa diambil dari mengingat mati adalah munculnya motivasi yang luar biasa dalam diri kita untuk terus meningkatkan amal ibadah dan berusaha sekuat tenaga untuk menghindari maksiat dan dosa. Sa’id bin Jabir berkata, “jika mengingat mati hilang dari dalam hatiku, maka aku takut hatiku ini menjadi rusak”

Keempat, berkumpul dalam majelis ilmu. “tidaklah satu kaum duduk membaca ayat-ayat Allah lalu mengkajinya kecuali akan menyita perhatian malaikat, diliputi rahmat-Nya, dihujani ketenangan di hati mereka dan dibanggakan nama-namanya di sisi Allah” (HR Bukhari Muslim)

Kelima, berkunjung kepada orang-orang shaleh. Wajah orang shaleh adalah wajah yang tidak bisa dibohongi. Ada pancaran ilmu dan keimanan. Keistiqamahan dalam ibadah menjadi kekuatan tersendiri yang pada akhirnya mengantarkan ada fibrasi yang menghidupkan hati.

Ja’far bin Sulaiman seorang ulama dari golongan tabi’in berkata, “ketika hatiku dilanda kegalauan, aku segera mendatangi Muhammad bin Wasi’ dan menatap wajahnya. Bagiku, beliau bagaikan obat penawar bagi kondisi hatiku.”

Tanda Matinya Hati

Hati adalah tempat mangkalnya berbagai perasaan, tumbuh kembang antara kebaikan dan keburukan. Hati juga menjadi sumber ilham dan permasalahan, tempat lahirnya cinta dan kebencian, serta muara bagi keimanan dan kekufuran.

Hati juga sumber kebahagiaan jika sang pemiliknya mampu membersihkan berbagai kotorannya yang berserakan, namun sebaliknya ia merupakan sumber bencana jika sang empunya gemar mengotorinya.

Hati yang kotor hanya akan menyebabkan kapasitas ruangnya menjadi pengap, sumpek, gelap dan bahkan mati. Jika sudah mati seluruh komponen juga akan turut mati. Dalam makna yang sama, Abu Hurairah berkata, “hati ibarat panglima, sedangkan anggota badan adalah tentara. Jika panglima itu baik maka akan baik pulalah tentaranya. Jika raja itu buruk maka akan buruk pula tentaranya”

Pada akhirnya kita bisa mengenali dalam keadaan apa hati seseorang itu mati. Diantaranya adalah pertama, tarikush shalah, meninggalkan shalat dengan tanpa uzur atau tidak dengan alasan yang dibenarkan oleh syar’i. (QS Maryam: 59)

Imbas dari seringnya meninggalkan shalat adalah kebiasaan memperturutkan hawa nafsu. Dan, kalau sudah demikian dia akan menabung banyak kemaksiatan dan dosa. Ibnu Mas’ud menafsirkan kata “ghayya” dalam ayat tersebut  dengan sebuah aliran sungai di Jahannam (neraka) yang makanannya sangat menjijikkan. Bahkan, tempatnya sangat dalam dan diperuntukkan bagi mereka yang membiarkan dirinya larut dalam kemaksiatan.

Kedua, adz-dzanbu bil farhi, melakukan kemaksiatan dan dosa dengan bangga. Alih-alih merasa berdosa dan menyesal, justru pemilik hati yang mati ia teramat menikmati kemaksiatan dan dosanya. (QS Al-a’raf: 3)

Ketiga, karhul Qur’an, benci pada Al-Qur’an. Seseorang muslim, jelas memiliki pedoman yang menyelamatkan, yaitu AL-Qur’an. Tapi, justru ia enggan berpedoman dan mencari selamat dengan kitab yang menjadi mukjizat penuntun sepanjang zaman ini. Bahkan, ia membencinya dan tidak senang terhadap orang atau sekelompok orang yang berkhidmat dan bercita-cita luhur dengan Al-Qur’an.

Keempat, hubbul ma’asyi, gemar bermaksiat dan mencintai kemaksiatan. Nafsu yang diperturutkan akan mengantarkan mata hatinya tertutup, sehingga susah mengakses cahaya Ilahi. Sehingga, ia senang maksiat daripada ibadah.

Kelima, asikhru, hanya mempergunjing dan buruk sangka serta merasa dirinya selalu lebih suci. Keenam, ghadbul ulamai, sangat benci dengan nasihat nasihat baik dan fatwa-fatwa ulama. Berikutnya, qalbul hajari, tidak ada rasa takut akan peringatan kematian, alam kubur, dan akhirat.

Selanjutnya, himmatuhul bathni, gila dunia bahkan tidak peduli halal haram yang penting kaya. Ananiyun, masa bodoh terhadap keadaan dan urusan orang lain. Keluarganya menderita, dia tetap saja cuek. Al-intiqam, pendendam hebat, al-bukhlu, sangat pelit, ghadhbanun, cepat marah, anguh dan pendengki. Na’udzu billah. Semoga kita semua dijaga dari hati yang mati.

Mengobati Hati Galau

Pertama, datangi majelis yang Al-Qur’an selalu diperdengarkan. Simak bacaannya dan jika mampu ikut bacaannya, niscaya kamu akan dapat rahmat ketenangan (QS Al-isra: 82)

Kedua, datangi majelis ilmu yang para guru shaleh menasehatimu dengan firman-firman-Nya dan sabda Nabi-Nya, niscaya ada tambahan ilmu yang mencerahkan. Al-Ilmu nurun, ilmu itu cahaya yang mencerahkan.

Ketiga, datangi alas sajadah di malam-malam munajatmu, niscaya keadaan meningkat dalam kedudukan yang semakin dekat dengan Sumber Ketenangan, Allah ‘Azza wa Jalla (QS Al-isra:79)


semoga bermanfaat :)
"undzur maa qoola, walaa tandzur man qoola" (lihat apa yang disampaikan dan jangan lihat siapa yang menyampaikan) 

Comments

Popular posts from this blog

Asmaul Husna [ 3. Yang Maha Penyayang (الرَّحِيْمُ) ]

Berapa Umur Kita?

MENYELESAIKAN MASALAH TANPA MASALAH (Bagian I)