Umar bin Khattab dan Sekarung Gandum
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Kisah teladan islami pada malam ini akan sedikit bercerita tentang kepedulian Khalifah Umar bin Khattab terhadap rakyat miskin. Kisah ini sudah sangat terkenal di kalangan Umat Islam. Kisah ini seharusnya menjadi pelajaran bagi pemimpin kita bagaimana peduli terhadap rakyatnya.
Bagi para pembaca, silahkan siapkan tisu untuk air mata yang kemungkinan akan keluar pada akhir cerita.
Sosok pemimpin Islam yang menjadi Khalifah kedua Umar bin Khattab r.a. Umar adalah sosok pemimpin teladan yang sangat mengerti kepentingan rakyatnya. Padahal ia sendiri hidup dalam kondisi sangat sederhana.
Pada suatu malam, sudah menjadi kebiasaan bahwa Khalifah Umar bin Khattab sering berkeliling mengunjungi, menginvestigasi kondisi rakyatnya dari dekat. Nah, pada suatu malam itu, ia menjumpai sebuah gubuk kecil yang dari dalam terdengar suara tangis anak-anak. Ia pun mendekat dan mencoba untuk memperhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu.
Ternyata dalam gubuk itu terlihat seorang ibu yang sedang memasak, dan dikelilingi oleh anak-anaknya yang masih kecil. Si ibu berkata kepada anak-anaknya, "Tunggulah...! Sebentar lagi makanannya matang."
Sang Khalifah memperhatikan dari luar, si ibu terus menerus menenangkan anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan yang dimasaknya akan segera matang. Sang Khalifah menjadi sangat penasaran, karena yang dimasak oleh ibu itu tidak kunjung matang, padahal sudah lama dia memasaknya.
Akhirnya Khalifah Umar memutuskan untuk menemui ibu itu, "Mengapa anak-anakmu tidak juga berhenti menangis, Bu..?" tanya Sang Khalifah.
"Mereka sangat lapar," jawab si ibu.
"Kenapa tidak cepat engkau berikan makanan yang dimasak dari tadi itu?" tanya Khalifah.
"Kami tidak ada makanan. Periuk yang dari tadi aku masak hanya berisi batu untuk mendiamkan mereka. Biarlah mereka berfikir bahwa periuk itu berisi makanan, dengan begitu mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur." jawab si ibu.
Setelah mendengar jawab si ibu, hati sang Kahlifah Umar bin Khattab serasa teriris. Kemudian Khalifah bertanya lagi, "Apakah ibu sering berbuat demikian setiap hari?"
"Iya, saya sudah tidak memiliki keluarga atau pun suami tempat saya bergantung, saya sebatang kara...," jawab si ibu.
Hati dari sang Khalifah laksana mau copot dari tubuh mendengar penuturan itu, hati terasa teriris-iris oleh sebilah pisau yang tajam.
"Mengapa ibu tidak meminta pertolongan kepada Khalifah supaya ia dapat meolong dengan bantuan uang dari Baitul Mal?" tanya sang khalifah lagi.
"Ia telah zalim kepada saya...," jawab si ibu.
"Zalim....," kata sang khalifah dengan sedihnya.
"Iya, saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyatnya. Siapa tahu ada banyak orang yang senasib dengan saya!" kata si ibu.
Khalifah Umar bin Khattab kemudian berdiridan berkata, "Tunggulah sebenatar Bu ya. Saya akan segera kembali."
Di malam yang semakin larut dan hembusan angin terasa kencang menusuk, Sang Khalifah segera bergegas menuju Baitul Mal di Madinah. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di pundaknya ditemani oleh sahabatnya Ibnu Abbas. Sahabatnya membawa minyak samin untuk memasak.
Jarak antara Madinah dengan rumah ibu itu terbilang jauh, hingga membuat keringat bercucuran dengan derasnya dari tubuh Umar. Melihat hal ini, Abbas berniat untuk menggantikan Umar untuk mengangkat karung yang dibawanya itu, tapi Umar menolak sambil berkata, "Tidak akan aku biarkan engkau membawa dosa-dosaku di akhirat kelak. Biarkan aku bawa karung besar ini karena aku merasa sudah begitu bersalah atas apa yang terjadi pada ibu dan anak-anaknya itu."
Beberapa lama kemudian sampailah Khalifah dan Abbas di gubuk ibu itu. Begitu sekarung gandum dan minyak samin itu diserahkan, bukan main gembiranya mereka. Setelah itu, Umar berpesan agar ibu itu datang menemui Khalifah keesokan harinya untuk mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di Baitul Mal.
Setelah keesokan harinya, ibu dan anak-anaknya pergi untuk menemui Khalifah. Dan betapa sangat terkejutnya si ibu begitu menyaksikan bahwa lelaki yang telah menolongnya tadi malam adalah Khalifahnya sendiri, Khalifah Umar bin Khattab.
Segera saja si ibu minta maaf atas kekeliruannya yang telah menilai bahwa khalifahnya zalim terhadapnya. Namun Sang Khalifah tetap mengaku bahwa dirinyalah yang telah bersalah.
Nah, itulah kisah pemimpin teladan kita kali ini, sahabat Rasulullah SAW, Khalifah Umat Islam yang kedua, Umar bin Khattab.
HIKMAH
Pelajaran berharga ini juga ada di Indonesia yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh pemerintah, seperti pada zaman Khalifah Umar bin Khattab yang menyuruh rakyatnya yang miskin untuk mendaftarkan diri di Baitul Mal dalam cerita di atas meski penerapannya jauh dari kata sempurna di Indonesia.
Dari kisah Khalifah Umar bin Khattab di atas dapat kita lihat bagaimana takutnya pemimpin kepada Yang Maha Memimpin. Khalifah Umar takut ketika nanti akhirat akan ditanya akan kepemimpinannya sampai mengangkat sendiri sekarung gandum untuk rakyatnya. pemimpinan yang di dapat digunakan untuk bagaimana mensejahterakan rakyatnya, bukan untuk memperkaya diri sendiri dari kepemimpinan yang ada.
Di Riau, pemimpin kita udah 3 kali tersangkut kasus korupsi. Di Rohul, belum di lantik tetapi Bupati terpilihnya tersangka korupsi. Dari contoh di atas mari kita cari pemimpin yang takut kepada Yang Maha Memimpin. Mencari pemimpin bukan hanya yang baik dalam hal dunia, tetapi juga cari pemimpin yang baik agamanya.
Kalau baik agama dan dunianya InshaAllah akan lahir pemimpin yang bukan hanya peduli terhadap rakyat, tetapi juga peduli terhadap agama. Pemimpin yang menghargai ulama, pemimpin yang mengutamakan shalat 5 waktu berjamaah tepat waktu daripada rapat.
Karena setiap kita akan ditanya akan kepemimpinannya. Kepemimpinan terhadap diri sendiri, keluarga (kepala keluarga), masyarakat (kepala daerah).
Setiap pemimpin harus ingat pesan Luqman kepada anaknya dalam QS. Luqman:16
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
“(Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
Tetapi apabila adil dan sesuai dengan perintah-Nya, Allah juga memberi surga kepada pemimpin dalam HR. Muslim
Ahli surga ada tiga macam, yaitu orang yang mempunyai kekuasaan pemerintahan yang berlaku adil dan dikurniai taufik oleh Allah, juga seorang yang memiliki sifat penyayang dan lembut hati kepada keluarga dekatnya dan setiap muslim, serta seorang yang menahan diri dari meminta-minta dan berusaha untuk tidak meminta-minta, sedangkan ia mempunyai keluarga banyak (dan dalam keadaan miskin).
Semoga bermanfaat
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Comments
Post a Comment