SEMUA BISA DIBELI LEWAT IBADAH PART II
MENJUAL RUMAH DENGAN JALAN ALLAH
Ini lanjutan dari tulisan saya sebelumnya, tepatnya bagian
bab berikutnya dari yang sebelumnya. Ini salah satu contoh kasus ‘berniaga’
dengan Allah pasangan suami istri.
Ayo bagi kita yang mengaku sudah dekat sama Allah, cobalah
bertanya, seberapa dekat kita sebenarnya dengan Allah jika kita pakai surat
al-baqarah sebagai alat ukurnya. Hingga kita nanti berhak mendapatkan, ``ulaa`ika ‘alaa hudam mirrabbihim wa
ulaa`ika humul muflihuun…
Seberapa sudah kita lakukan?
Tenyata tidak ada!
Obrolan di pagi hari kepada istri, ”mah, kayanya kita harus
jual rumah, nih!”
Istri menjawab, “iya pah, harus dijual. Ya sudah kita
iklankan saja” iklankan saja coba? Salah enggak,sih?
Tentu saja enggak salah. Tapi apa bedanya kita punya Allah
dengan tidak punya Allah? Yang enggak punya Tuhan pun bisa mengiklankan
rumahnya!
Coba obrolannya diubah sedikit,
“mah, kita shalat malam, yuk! Sepertinya kita harus jual
rumah, nih”
“ya sudah kalau gitu, permintaan kita adalah supaya Allah
memudahkan kita menjual rumah”
Harusnya begitu! Itulah yang kita lakukan. Sabar saja dulu. Bawa
shalat lagi. Kita taro rumah yang mau dijual di situ. Kalau enggak bisa niat
shalat hajat pakai bahasa arab, pakai bahasa pribadi saja.
“Ya Allah, saya niat shalat Dhuha… saya niat shalat hajat
dua rakaat, ya Allah, supaya rumah saya ini laku. Engkau yang member saya
rumah, maka saya meminta izin menjual rumah ini, ya Allah…”
Kita mohon ampun dulu sama Allah, barangkali di rumah ini
pernah terjadi kemaksiatan, pernah terjadi kita meninggalkan Allah, jarang
diinjak anak-anak yatim, maka kita minta ampun terlebih dahulu pada Allah, kita
shalatkan dulu.
Wa mimmaa razaqnaahum
yunfiquun…
Undanglah anak-anak yatim!
Tenang saja dulu. Tiga hari, tujuh hari, kalau di Pesantren
Daarul Qur’an ada riyadhah 40 hari. Di awal-awal dulu banyak kritikan bukan
main,
“kok shalat tahajjud pakai angka, sih;tiga hari, tujuh hari,
empat belas hari, dua puluh sati hari, empat puluh hari?”
Lalu saya jawab enteng saja,
“yah… ini sekedar alat ukur saya saja, artinya menaruh
target buat diri kita sendiri. Tiga hari, tujuh hari, barulah di harikedelapan
kita jalan kea gen property, nanti kita akan lihat kekuasaan Allah bermain”
Ulaa`ika ‘alaa hudam
mirrabbihim…
Kalau Allah sudah datang, apa jadinya bunyinya? Bunyinya adalah
kemudahan, keamanan, percepatan, keselamatan, kenyamanan dan enggak keringetan.
Ada lho orang yang keringetan, hingga semua orang jadi tahu kita mau jual
rumah. Kadang-kadang kita ditanya, ngapain sih jual rumah? Sehingga terbuka
lagi kesulitan kita.
Begitu hari kedelapan pagi ingin jalan kea gen property, ada
teman datang,
“Assalamu’alaikum!”
“Wa’alaikum salam”
“Wah… sudah rapi nih mas Yusuf?
“iya, saya mau jalan ke grogol. Masuk dulu, masuk!”
“enggak, saya Cuma mau Tanya saja, ente lewat slipi enggak ya?
“enggak, saya Cuma mau Tanya saja, ente lewat slipi enggak ya?
“iya, saya lewat slipi”
“oh… kalau begitu saya numpang ya…”
Percakapannya hanya segitu. Enggak ada cerita jual rumah. Enggak
ada cerita kesusahan. Itulah yang disebut sama orang-orang tua ada saja
jalannya.
Maka janganlah mencari Allah setelah terdesak, tapi carilah
Allah di awal. Dari awal kita libatkan
Allah.
Kemudian tamu
bertanya di mobil,
“ke grogol mau ngapain mas yusuf?”
“ini… saya mau iklan rumah saya”
“oh…”
Hanya sekedar itu percakapannya. Enggak ada respon yang
berlebihan. Enggak ada tanda-tanda rumahnya bakal terjual. Enggak ada!
“mas yusuf, ikut mampir sebentar yuk! Saya kenalkan sama
teman saya. Orangnya Alhamdulillah baik”
“ya”
Karena kita piker hanya silaturahim, akhirnya kita ikut
mampir.
“sebentar saja ya, enggak usah lama-lama, sebab nanti saya
mau langsung jalan”
“iya… hanya sebentar kok. Silaturahim kan pahala dan
keutamaannya banya, mas”
Bertamulah mereka. Setelah masuk, minum kopi dan teh,
tiba-tiba si tuan rumahnya ngomong,
“sekarang cari rumah seperti cari jodoh ya…”
Begitulah kata si tuan rumah kepada temannya yusuf. Sementara
yusuf yang sudah menshalatkan rumah, meminta kepada Allah agar Dia mencarikan
pembelinya. Allah yang memberi kita rumah, maka kita pulangkan saja lagi
kepada-Nya agar Allah mencarikan pembelinya. Bahwa memang kita harus pasang
iklan, itulah ibadah kita. Itulah ikhtiar kita. Tapi tidak disebut ikhtiar
kalau kita mendahului Allah.
Yaa ayyuhalladziina-aamanuu
laa tuqaddimuu baina yadayillaaha wa rasuulih…
Janganlah mendahului Allah!
Lalu teman yang tadi merasa,
“mas yusuf, sampean mau jual rumah kan?”
“iya!”
“mas, kamu lagi nyari rumah ya…?”
“ya itulah, nyari rumah sekarang seperti nyari jodoh, susah!
Begitu saya cocok, istri enggak cocok. Saya cocok, istri cocok, orang tua
enggak cocok. Orang tua cocok, anak enggak cocok. Ada saja masalahnya!”
“nah, coba mas, rumah temanku saja”
Kita lihat, bahkan kita tidak menawarkan apapun! Allah
mengunci mulutnya. Diam saja, tuh> Akulah yang jualan, kata Allah. Akulah
yang dagang, kamu diam saja. Lewat mulut siapa? Lewat mulut temannya.
“rumahnya tipe berapa?”
“kira-kira 600 meter, mas”
“ooo… 600 meter. Kamarnya berapa ya?”
“kamarnya sekian, sekian, sekian”
“mau dijual berapa?”
“ya… kira-kira 800 juta”
“tuh mas, 800 juta. Sudah enggak usah dilihat, orangnya
shaleh kok!”
Temannya yang dagang. Hakikatnya Allah yang dagang, tuh!
“sudah enggak usah dilihat! Ini orangnya shaleh. Rumahnya selalu
dipakai mengaji, dipakai shalat malam, dipakai shalat dhuha dan segala macam. Sampean
beli saja, mas! Nanti urusan cocok atau enggak cocok nomor dua, pokoknya saya
yang jamin!”
“ya sudahlah, enggak apa-apa”
Seperti tidak ada sesuatu yang terjadi, tuh
Setelah itu langsung pamit. Setelah pamit,
“mas, nomor rekeningnya mana?”
“enggak dilihat dulu rumahnya?”
“sudahlah, enggak usah. Saya percaya sama teman saya”
“ya… enggak begitu. Coba dilihat dulu rumahnya”
“sudah, saya percaya. Mana nomor rekeningnya?”
Subhanallah. Kalau
kita ‘kan enggak! Pendekatan yang kita lakukan sama manusia terus. Makan siang
sama kepala cabang. Makan siang sama kepala dinas. Makan siang ini dan itu,
tapi kita enggak pernah berduaan sama Allah di tengah malam. Shalat dhuha
maunya buru-buru. Kenapa? Karena sudah janjian sama orang bank.
Dalam hal apapun kita juga harus melibatkan Allah. Seperti kita ingin mendapatkan jodoh, ikuti cara Allah. Jangan pacaran, cukup lewat doa kepada Allah meminta agar dipilihkan jodoh yang terbaik untuk kita. Kalau kita langsung mengejar dengan cara pacaran, mungkin kita dapat. Tapi belum tentu baik menurut Allah. Sabar dan shalat kata Allah, nanti Aku yang carikan jodoh yang paling paling terbaik untukmu. Kalau udah Allah yang memilihkan, pasti Allah memilihkan jodoh yang seperti apa kita inginkan dan tentunya terbaik untuk kita. Kalau Allah udah memilihkan masak sih yang buruk? Allah pasti memilihkan yang terbaik untuk kita. “yang baik untuk yang baik”
“boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik
bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al-Baqarah:216)
Kalau udah ada target yang diinginkan, cerita dengan Allah
lewat doa dan jangan dekati orangnya. Bilang dengan Allah si anu bagaimana
kalau menjadi jodoh saya, kalau baik menurut-Mu pasti baik untuk saya. Kata anak
sekarang, “trus darimana bisa jadi jodoh kalau gak di dekatin?”
Allah Maha dalam segala sesuatu, termasuk hati manusia. Yang
benci bisa dibalik menjadi suka, yang suka bisa dibalik menjadi benci. Allah
Maha membalikkan perasaan manusia. Kunci dalam hidup ini Allah udah sebutkan, “SHALAT
dan SABAR”
Hasbunallah wa ni’mal wakiil, ni’mal mawlaa wani’mal nashiir. Laa haula wala quwwata illaa billaahil ‘azhiim
Hamba minta maaf pada-Mu, ya Allah… rupanya selama ini Engkau tidak menjadi tempat buat kami bertanya. Jangankan jadi tempat kami mengadu, ya Allah, tempat kami bertanya pun tidak sampai dengan usia kami seperti ini.
Ya Allah, ternyata kami jarang berdialog dengan-Mu apalagi
di tengah malam. Ya Allah, di tengah malam yang memang Engkau menghampiri kami
dan mendatangi kami, katanya kami banyak utangnya, katanya kami banyak
kesulitannya, katanya kami banyak hajat dan keinginannya, tapi kami malas
berdialog dengan-Mu, malas berkomunikasi dengan-Mu, ya Allah. Kaki kami berat
untuk shalat sunnah, ya Rabb, untuk shalat fardhu saja kami sering menunda-nunda.
Ya Allah, kami percaya bahwa Engkau laa ilaaha illallaah, tiada tuhan selain Engkau. Maka jadikanlah
kami orang-orang yang bisa memegang prinsip itu. Sehingga bukan yang lain yang kami
cari, melainkan diri-Mu
Comments
Post a Comment