AMANAH
Betapa sebalnya kita jika
dikhianati. Suami dikhianati oleh istrinya. Istri dikhianati oleh suaminya. Sahabat
ditikam dari belakang oleh sahabatnya. Orang yang diberi modal, malah membawa
kabur modal yang kita beri. Mitra kerja yang kita percaya menangani proyek,
malah merebut proyek kita. Orangtua yang memberi rumah, malah rumahnya dijual
untuk hura-hura.
Dan, bermacam-macam lagi bentuk
pengkhianatan. Sepertinya, hampir setiap orang pernah merasakan seperti ini,
hanya soal besar kecilnya saja. Sebagai rakyat, kita pun memberi amanah kepada
fulan dan fulan menjadi wakil kita. Kita yang memilih atas izin Allah, mereka
menjadi penguasa, menjadi pemimpin. Tapi kemudian, kepercayaan itu dikhianati. Kita
orang kecil, disuruh patuh. Tapi, mereka?
Orang bila diberi kesempatan
untuk berbicara tentang pengkhianatan, tampaknya fasih sekali. Saya saja kalau
tidak dihentikan, akan terus banyak omong. Tidak sadar kalau saya ini dan banyak
lagi orang, ternyata pengkhianat besar juga. Tidak tanggung-tanggung, yang kita
khianati adalah Allah. Astaghfirullahal’azhim
Allah memberi kita hidup dan
kehidupan. Tapi dipanggil untuk shalat malah menunda-nunda. Coba kalau kita
mempunyai staf, sopir, orang yang sudah kita beri modal, atau anak kita saat
dipanggil, lalu mereka mengabaikan panggilan kita. Tidak segera datang, kita
pasti sebalnya minta ampun. ‘’dulu mah sebelum dimodalin, gampang banget
dipanggil. Mau disuruh apa saja.’’ Begitu mungkin kata kita.
Nah, lalu kita ini apa di
hadapan Allah? Yang kalau dipanggil Allah untuk shalat, lewat ‘’wakilnya’’ di
dunia ini, yaitu muadzin, lalu kita tidak datang. Datangnya pun seperti orang
malas, tidak siap. Tidak dengan hati,pikiran, pakaian, keadaan yang siap, yang
bagus, yang rapi. Sedangkan, Allah Mahatahu bagaimana diri dan hati kita.
Allah memberi kita mata, kaki,
tangan, telinga, mulut, dan pikiran. Tapi, apa yang terjadi? Kita bermaksiat
dengan apa yang Allah sudah percayakan kepada kita. Allah memberi kita
pekerjaan, usaha, namun yang pertama kali dan sering dilupakan justru Allah. Sebelum
dapat pekertjaan, kita meminta sampai menangis. Khususnya, bagi yang
menganggurnya terlalu lama, sedangkan beban begitu berat.
Saat pertama interview saja,
dipanggil shalat oleh Allah, sudah menunda panggilan Allah. Padahal, baru diuji
dengan interview saja. Khawatir kalau giliran wawancara tiba malah sedang
shalat. Begitu diberi pekerjaan, satu demi satu shalat sunnah hilang, shalat
fardhu pun mulai berantakan. Allah memberi kita uang, tapi yang kita kembalikan
kepada-Nya malah paling sedikit.
Dan, segudang atau sederat hal
lain yang saya sendiri seharusnya istighfar agar mendapatkan ampunannya. Apa jadinya
bila Allah mencabut semua karunia-Nya dari kita? Kata cak lontong ‘’MIKIR’’
Comments
Post a Comment