KEKUATAN IMAN
Keimanan merupakan kekuatan yang
mampu menyangga dan menyelamatkan hidup seorang hamba. Keimanan pulalah yang
bisa mengantarkan seseorang berbenam kebaikan, perbaikan, dan kesuksesan. Kekuatan
sebuah bangsa pun ternyata karena keimanan penduduknya.
Jika
dalam pandangan mata kepala atau mata pikiran, kita terlampau percaya bahwa
kekuatan terdahsyat saat ini adalah persenjataan super canggih, bernama rudal
dan nuklir, dalam pandangan mata hati, kekuatan terbesar itu tidak lain adalah
kekuatan iman. Yakni beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya iman.
Rudal
dan bom nuklir boleh jadi menjadi ukuran kekuatan sebuah Negara. Negara dengan
kepemilikan keduanya akan menjadi Negara yang disegani. Namun sekali lagi,
hakikat kekuatan bukan nuklir, melainkan keimanan. Karena keimanan adalah
kekuatan yang didukung oleh Yang Mahakuat, Allah.
Israel
memiliki senjata nuklir. Namun, Negara yahudi itu tidak mampu menghadapi
kekuatan iman para pejuang Palestina. Israel kesulitan mencari cara menghadapi
aksi-aksi bom syahid. Alhasil, senjata nuklir menjaadi tidak ada artinya di
hadapan kekuatan iman kaum muslim Palestina.
Dengan
kekuatan iman, umat Islam Indonesia mampu mengusir tentara penjajah Belanda. Pekikan
takbir yang digemakan Bung Tomo tahun 1945, mampu menangkis serangan
besar-besaran penjajah Belanda. Terbuktilah sudah bahwa kekuatan iman
menghadirkan pertolongan Allah yang tidak mampu dicegah oleh siapa pun dan oleh
kekuatan apa pun.
Maka
itu, perkuat persenjataan iman kita, di antaranya dengan sering hadir di
majelis-majelis taklim dan zikir, menadaburi Al-Qur’an, qiyamul lail, menjaga
shalat berjamaah, dan jalinlah silaturahmi serta ukhuwah. Yakinkan, kekuatan
iman mendorong seseorang mampu membaca situasi dengan benar. Kekuatan iman
membuat pemiliknya mampu membaca tipu daya musuh-musuh Allah terhadap umat
Islam. Kekuatan iman pula yang menjadikan seseorang tidak takut kepada siapa
pun dan apa pun selain Allah.
Kekuatan
iman akan mendorong seseorang menjadi tabah, ikhlas, dan sabra dalam menghadapi
musibah. Nabi Ayub dengan sakit aneh yang luar biasa, kekayaan yang habis,
istri yang meninggalkannya serta anak-anak yang diwafatkan, belum penghinaan
dan pencibiran umat, tetap sabra karena kekuatan iman di hatinya. Bilal bin Abi
Rabbah dengan lisan Ahad!, dihimpit
batu besar yang panas di tengah teriknya matahari, akhirnya menuai kebebasan
dan kemuliaan; karena kekuatan iman yang bersemayam kuat di hatinya.
Sekali
lagi, kekuatan iman akan membangkitkan selera taat, mengorbankan semangat
jihad, sekaligus tetap bersyukur saat dipenuhi nikmat, terjaga tangannya untuk
terus berinfak, dan istiqomahkan berbuat sesuatu untuk syiar dan tegaknya
kalimat tauhid.
‘’Tidaklah kamu perhatikan bagaimana Allah
telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (kalimat tauhid) seperti pohon yang
baik, akarnya kuat, dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan
buahnya setiap musim dengan seizin Rabb-nya’’ (QS Ibrahim:24-25)
KETELADANAN NABI IBRAHIM
Di
setiap bulan Dzulhijjah sosok Nabi Ibrahim pasti akan kembali dibicarakan. Itu karena
dibulan ini ada dua syariat peribadatan yang tidak terlepas dari sosok agung
itu, yaitu pelaksanaan ibadah haji dan kurban.
Perjalanan
hidup manusia termulia setelah Nabi Muhammad ini adalah sebuah perjalanan
peneguhan tauhid. Ketaatan dan keimanan luar biasa yang dihadirkan oleh ayah
dari dua nabi dengan dua ibu yang berbeda, yaitu Nabi Ismail (dari bunda Hajar)
dan Nabi ishaq (dari bunda Sarah) ini adalah sesuatu yang berat ditunaikan oleh
manusia pada umumnya. Sebuah keteladanan yang mesti kita serap dalam kehidupan
kita.
Nabi
Ibrahim selalu berpijak di atas kebenaran dan tidak pernah berpaling
meninggalkannya. Posisinya dalam agama sangat tinggi (seorang imam) dan selalu
total dalam mengabdi. Beliau pun tidak pernah lupa mensyukuri segala nikmat-Nya
‘’Sesungguhnya Ibrahim adalah
seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif.
Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat
Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus’’ (QS An-nahl:120-121)
Nabi Ibrahim merupakan sosok
pembawa panji-panji tauhid. Perjalanan hidupnya sarat dengan dakwah kepada
tauhid dan segala liku-likunya. Meliau selalu mengajak umatnya kepada jalan
Allah serta mencegah mereka dari sikap taklid buta terhadap ajaran sesat nenek
moyangnya. Allah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus serta
mengaruniakannya segala kebaikan dunia dan akhirat. Bahkan, Allah mengangkatnya
sebagai Khalil (kekasih).
‘’Dan siapakah yang
lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada
Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang
lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya’’ (QS An-nisa:125)
Perjalanannya merupakan cermin
pendidikan keagamaan yang disampaikan orangtua terhadap anak cucunya.
Dan Ibrahim telah
mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim
berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini
bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS Ab-baqarah:132)
Dan doa Nabi
Ibrahim:
Dan (ingatlah), ketika
Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang
aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.(QS
Ibrahim:35)
Ya Tuhanku, jadikanlah aku
dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami,
perkenankanlah doaku. (QS
Ibrahim:40)
Perjalanan hidupnya juga
mengandung pelajaran berharga bagi para anak, karena beliau adalah seorang anak
yang amat berbakti kepada kedua orang tuanya dan selalu menyampaikan kebenaran
kepada mereka dengan cara yang terbaik. Ketika sang bapak, Azar, sang pembuat
patung Tuhan, menyikapinya dengan, nabi Ibrahim tetap santun dan berdoa untuk
kebaikan ayahnya.
Kisah Nabi Ibrahim juga
mengandung pelajaran berharga bagi seorang ayah kepada anaknya bahwa selalu ada
ruang waktu untuk berpendapat atas setiap keputusan sang kepala rumah tangga
kepada anak-anaknya. Perintah langsung Allah untuk menyembelih sang anak
diberinya ruang berpendapat bagi anaknya.
Maka tatkala anak itu
sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:
"Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.
Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar". (QS
Ash-shaffat:102)
Perjalan hidup sang pencetus
agama hanif ini adalah juga edukasi berharga bagi para suami istri. Asas
membina kehidupan rumah tangga tidak lain di atas keridaan perintah Allah. Hal ini
tercermin dari dialog antara Nabi Ibrahim dan istrinya Hajar, ketika Nabi
Ibrahim membawanya beserta anaknya ke Kota Mekah yang masih tandus dan belum
berpenghuni atas perintah Allah. ‘’apakah Allah yang memerintahkanmu berbuat
seperti ini?’’ Ibrahim menjawab, ‘’ya’’. Maka (dengan serta merta), Hajar
mengatakan, ‘’kalau begitu Dia pasti tidak akan menyengsarakan kami’’
Comments
Post a Comment